KSM - ANBK 2021

Pesantren 2

Petunjuk tugas Pesantren ke 2:

  1. Silahkan anda catat materi yang disampaikan dalam video kultum dibawah
  2. Fotolah catatan rangkuman anda tadi
  3. Rekamlah suara anda sendiri bacaan Al-qur'an surat-surat pendek (juz amma) yang anda gemari selalu untuk dibaca sehari-hari (minimal 5 surat pendek pilihan)
  4. Mengisi absensi dengan melampirkan hasil tugas anda tersebut Disini






Setelah anda melihat tayangan video diatas maka tugasnya adalah:
  1. Silahkan anda catat materi yang disampaikan dalam video kultum diatas
  2. Fotolah catatan rangkuman anda
  3. Rekamlah suara anda sendiri bacaan Al-qur'an surat-surat pendek (juz amma) yang anda gemari selalu untuk dibaca
  4. Mengisi absensi dengan melampirkan hasil tugas anda tersebut Disini
Absen dan Kirim Tugas Pesantren Rhmadhan

Jika Video diatas tidak bisa diputar maka tugasnya:

  1. Catatlah kultum yang disajikan di TV yang ada dirumah. Kultum disiarkan pada saat pagi hari jam 05.00 sd 07.00 WIB. atau pada sore hari jam 17.30 sd 18.00 WIB diberbagai stasiun televisi Indonesia
  2. Fotolah catatan rangkuman anda
  3. Rekamlah suara anda sendiri bacaan Al-qur'an surat-surat pendek (juz amma) yang anda gemari selalu untuk dibaca
  4. Mengisi absensi dengan melampirkan hasil tugas anda tersebut Disini
    Absen dan Kirim Tugas Pesantren Rhmadhan

    Berikut pesantren daring yang kami sajikan.
Pesantren ke-1
Pesantren ke-2
Pesantren ke-3
Pesantren ke-4
Pesantren ke-5

Kembali ke Awal

Pertanyaan dan bantuan seputar pesantren kilat ini silahkan kontak WA: 0895328498085


Kembali ke Awal

Mau baca lebih banyak lagi.... dibawah kami sajikan bacaannya.

RAHASIA DIBALIK KATA RHAMADHAN

Kedalaman makna ayat 185 dari QS. al-Baqarah ini telah dimulai dari pangkal ayat, dimana Allah Swt. membuka ayat dengan kata syahru, yang dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan secara bebas dengan “bulan”.
Terjemahan ini tentunya tidak sepenuhnya menggambarkan makna yang diharapkan dari pilihan kata syahru tersebut, dikarenakan bulan bisa bermakna beberapa hal, seperti bulan yang merupakan salah satu benda langit, yang beredar mengitari bumi dan tampak bercahaya di malam hari, atau bulan dalam artian perjalanan waktu, yang terdiri dari sejumlah hari dan menjadi bagian dari perhitungan waktu tahun.

Di dalam Bahasa Arab, berakar dari kata syuhrah, yang bermakna jelas/tampak. Jika ditelusuri lebih lanjut, maka kata syahru setidaknya merujuk pada tiga makna, sebagaimana yang dijelaskan Ibnu Manzhur dalam Lisan al-‘Arab:

Syahru bermakna qamar, yaitu bulan yang berada di langit (benda langit), dinamakan demikian karena qamar yang di langit itulah yang tampak dan jelas cahayanya yang putih, dan qamar dalam Bahasa Arab secara akar kata juga bermakna putih.
Syahru juga bermakna hilal, yaitu bulan sabit (bulan yang berumur dua malam awal), dinamakan demikian juga karena hilal tersebut tampak dan jelas, dan hilal dalam Bahasa Arab secara akar kata juga bermakna tampak.
Syahru bermakna sejumlah hari yang dikenal banyak orang. Dinamakan demikian sebab syahru dengan makna ini dikenal lewat keberadaan bulan di langit (qamar), berdasarkan bulan inilah dapat dikenali awal dan akhir syahru. Dalam pengertian seperti ini dapat dipahami bahwa syahru merupakan bulan dalam artian sebuah perjalanan waktu/zaman/masa.
Dari ketiga makna tersebut, makna pertama dan kedua bercampur dengan kata lain, yaitu qamar dan hilal, sedangkan makna ketika lebih memiliki makna ekslusif, tersendiri, meskipun tetap terhubung dengan kata qamar dan hilal, sebab keberadaa atau posisi qamar/hilal –lah yang menentukan perjalanan waktu yang kita sebut syahru (satu bulan).

Penulis memilih makna syahru sebagai suatu perjalanan waktu ini sebagai makna terbaik yang bisa digunakan untuk mengungkap rahasia penggunaan kata syahru di awal ayat 185 dari QS. al-Baqarah. Terdapat beberapa argumentasi terkait pilihan tersebut:

Analisa bahasa terdahulu, bahwa memaknai syahru dengan bulan sebagai bagian perjalanan waktu menjadikan al-Qur`an sangat spesifik secara bahasa tanpa kehilangan ikatan dan hubungannya dengan makna-makna lain yang mungkin dikandungnya.
Ayat sebelumnya, yaitu 184 dari QS. al-Baqarah, berbicara tentang ayyamam ma’duudaat (pada beberapa hari). Hal ini memperkuat bahwa beberapa hari itu adalah sejumlah hari Bulan Ramadhan itu sendiri. Maka Syahru Ramadhan (Bulan Ramadhan adalah sejumlah hari). Tepatlah ketika para Mufassir (Ulama Tafsir) menyatakan bahwa dalam analisa ketatabahasan kata syahru ramadhan merupakan khabar (prediket) dari mubtada` mahzhuf (subjek yang tidak ditampilkan) yaitu ayyamam ma’duudaat (beberapa hari), sehingga jika ditampilkan lengkapnya adalah:

“Beberapa hari itu adalah (hari-hari) bulan Ramadhan”. (Lihat tafsir Tahrir wa Tanwir  – Syeikh Thahir bin ‘Asyur).

Jika telah dapat dipahami bahwa Bulan Ramadhan merupakan bagian dari waktu/masa, maka berlakulah untuk Bulan Ramadhan beberapa kaedah berikut:

1) Waktu adalah salah satu nikmat Allah Swt. yang dianugerahkan kepada manusia agar dijalani sesuai dengan keinginan Allah Yang Maha Memberi Nikmat. Allah berfirman dalam QS. Ibrahim (14): 33-34

“(33) Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. (34) Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)”

Jika diperhatikan dengan seksama, manusia memiliki harta karena Allah memberikan waktu untuk mengumpulkan harta, memiliki anak karena Allah memberikan waktu untuk berpasangan, memiliki pasangan karena Allah memberikan wakatu untuk bertemu pasangan tersebut, memiliki ilmu karena Allah memerikan waktu untuk belajar, apapun yang dimiliki manusia karena Allah memberikan waktu dan kesempatan untuk memilikinya, bahkan manusia bisa merasakan kehidupan karena Allah memberikan waktu untuk lahir dan berkehidupan. Tidaklah mengherankan jika sebuah ungkapan syair menyatakan, “Jika tiada masa pasti tiada kita semua…”.

Allah Swt. bersumpah dalam al-Qur`an dengan masa dan bagian-bagian tertentu dari masa.

Suatu sumpah yang menunjukkan nilai dan urgensi waktu yang mesti diperhatikan manusia, bukannya diabaikan.

Bulan Ramadhan merupakan bagian dari nikmat tersebut. Bukankah Allah menutup ayat Ramadhan dengan kalimat (وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ) “dan supaya kamu bersyukur”? Setiap detik Ramadhan adalah nikmat dari Allah Swt.

2) Setiap nikmat selalu diikuti oleh tanggung jawab sebagai suatu ujian bagi manusia. Demikian juga halnya dengan nikmat waktu. Allah Swt memberikan arahan kepada manusia agar lolos dari ujian yang terdapat dalam nikmat waktu. Perhatikanlah firman Allah Swt. dalam QS. al-‘Ashr (103): 1-3

“(1) Demi masa. (2) Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, (3) Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”

Orang-orang yang bertemu Ramadhan bisa tergolong mereka yang merugi jika tidak fokus untuk meningkatkan empat hal yang disebutkan dalam QS. al-‘Ashr tersebut; iman, amal (kebajikan),  ilmu tentang al-haq, kesabaran (akhlak).

“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menaiki mimbar kemudian bersabda: “Amin, Amin, Amin”. Kemudian dikatakan kepada beliau, “Wahai Rosulullah, Apa (maksud) yang kami dengar ini?. Kemudian beliau bersabda: “Jibril telah mengatakan kepadaku, “Hinalah seorang hamba yang mendapatkan kedua orang tuanya atau salah satunya (masih hdup) namun hal itu tidak membuatnya masuk surga”. Aku berkata, “Amin”. Kemudian Jibril berkata, “Hinalah seorang hamba yang ia telah memasuki bulan Romadhon namun tidak membuat (dosanya) diampuni, kemudian aku berkata, “Amin”. Kemudian Jibril berkata, “Hinalah seseorang yang (namamu) disebutkan padanya namun ia tidak mengucapkan sholawat, kemudian aku berkata, “Amin” (HR. al-Baihaqi)

Oleh sebab itu setiap muslim bertanggung jawab untuk memaksimalkan “fasilitas” yang ada di Bulan Ramadhan.

3) Kualitas waktu ada pada aktifitas yang mengisinya. Dari semua amalan, amal kebajikanlah yang terbaik. Dari semua amal kebajikan, tentu ibadahlah yang terbaik. Tidak dapat dipungkiri bahwa berbuat baik terutama ibadah jauh lebih mudah dilakukan di Ramadhan. Hal ini tentunya bukan suatu kebetulan, Rasulullah Saw. bersabda:

“Pada awal malam bulan Ramadhan, setan-setan dan jin-jin jahat dibelenggu, pintu neraka ditutup, tidak ada satu pintu pun yang dibuka. Pintu surga dibuka, tidak ada satu pintu pun yang ditutup. Kemudian Allah menyeru: ‘wahai penggemar kebaikan, rauplah sebanyak mungkin, wahai penggemar keburukan, tahanlah dirimu’.  Allah pun memberikan pembebasan dari neraka bagi hamba-Nya. Dan itu terjadi setiap malam” (HR. Tirmidzi)

Di dalam ayat Ramadhan (QS. 2:185), Allah Swt. menerangkan kemulian Ramadhan karena aktifitas turunnya al-Qur`an yang merupakan petunjuk bagi manusia, dan juga melalui kewajiban puasa yang dilaksanakan di dalamnya.

4) Syeikh al-Qaradhawi menjelaskan karakteristik waktu yang meliputi tiga hal: waktu itu cepat berlalu, waktu yang telah berlalu tidak akan kembali dan tidak akan terganti, dan waktu adalah hal yang paling berharga yang dimiliki oleh manusia. Ketiga hal tersebut menguat pada waktu-waktu yang tersedia di Bulan Ramadhan. Ramadhan selalu cepat dan lebih cepat berlalu, sebab limpahan aktifitas kebajikan di dalamnya. Ramadhan hanya dirasakan terlalu lama bagi yang tidak beraktifitas atau tetap berbuat maksiat. Walaupun puasa bisa diganti, tapi hari-hari Ramadhan tidaklah tergantikan, sebab Ramadhan bukan hanya sekedar puasa. Dan sebagaimana terdahulu, waktu-waktu yang tersedia selama Ramadhan adalah waktu-waktu yang paling berkualitas, paling berharga.

5) Setiap nikmat, termasuk waktu, adalah tanda kedekatan Allah dengan makhluknya, terutama manusia. Melalui kedekatan itu tampaklah kasih dan sayang –Nya, segala kebaikan yang diinginkan-Nya muncul dalam kehidupan manusia, perhatian-Nya, dan kemuliaan-Nya yang tak terbatas. Tapi apalah arti kedekatan tersebut jika manusia yang senantiasa diberinya nikmat waktu tidak menyadari dan memahami makna tersebut, serta tidak berusaha pula untuk mendekat kepada-Nya? Maka amaliah-amaliyah yang Allah tuntut dari sebagian waktu itu merupakan cara Allah untuk memfasilitasi, menyadarkan dan memahamkan kepada manusia tentang makna bahwa Allah telah di dekatnya, oleh karenanya mendekatlah kepada-Nya melalui amaliah tersebut!

Jadi, di balik kata “syahru Ramadhan” yang muncul di awal QS. al-Baqarah (2): 185 itu Allah Swt. ingin menuntun manusia memahami dan menyadari nikmat waktu-waktu yang tersedia sepanjang Bulan Ramadhan. Sangatlah tepat jika kata syahru tersebut dipahami dalam koridor konsep waktu dalam QS. al-‘Ashr (103): 1-3.

sumber: https://ayahbillah.wordpress.com/2016/06/16/rahasia-dibalik-kata-syahru-ramadhan/